konsep seksualitas
Konsep Seksualitas
A. Pengertian
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi
kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999). Sedangkan
menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia
sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi
seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang
tidak terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan
individu. Seksualitas tidak sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi
faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan. Fungsi biologis
mengacu pada kemampuan individu untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk
bereproduksi. Identitas dan konsep diri seksual psikologis mengacu pada
pemahaman dalam diri individu tentang seksualitas seperti citra diri,
identifikasi sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran peran-peran maskulin
atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya membantu dalam membentuk individu
berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan seksual
dengan orang lain. (Bobak: 2004)
B.
2 aspek seksualitas:
- Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti
kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut:
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam
tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin
c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah
lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan
d. Hubungan kelamin
- Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari
adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a. Perbedaan tingkah laku: lembut,
kasar, genit, dll
b. Perbedaan atribut: pakaian, nama,
dll
c. Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
C. Fungsi
Seksualitas
- Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang
wanita muda mungkin merasakan adanya keinginan yang kuat untuk membuktikan
kesuburannya bahkan walaupun ia sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap
kehidupannya saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang secara tradisional
wanita hanya dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup membuktikan
kesuburannya.
- Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau
mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan atau kesenangan yang dirasakan
yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan kenikmatan khas seksual yang berkaitan
dengan orgasme.
- Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang
ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-sama hal-hal yang tidak ingin
mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi dari keintiman seksual.
Efektivitas seks dalam memperkuat keintiman tersebut berakar dari risiko
psikologis yang terlibat; secara khusus, resiko ditolak, ditertawakan,
mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau kehilangan kendali dapat memadamkan
gairah pasangan.
- Menegaskan maskulinitas atau feminitas
Sepanjang hidup kita, terutama pada
saat-saat identitas gender terancam karena sebab lain (mis., saat menghadapi
perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan), kita mungkin menggunakan
seksualitas untuk tujuan ini.
- Meningkatkan harga diri
Merasa secara seksual bagi orang
lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara umum dapat meningkatkan harga
diri.
- Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
Kekuasaan (power) seksualitas
cenderung dianggap sebagai salah satu aspek maskulinitas, dengan pria, baik
karena alasan sosial maupun fisik, biasanya berada dalam posisi dominan. Namun,
seks dapat digunakan untuk mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan
karenanya sering merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan
tersebut mungkin dilakukan dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual,
menentukan bentuk pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses
menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat terus
menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga merupakan
aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa “berpacaran”.
- Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual
pria-wanita adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal
ini paling relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak
kasus penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari
dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat
keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu
ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu
sebagai pengganti wanita lain.
- Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya
terjadi setelah orgasme dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi ansietas
atau ketegangan.
- Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan
berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan, misalnya ketahuan, sampai
serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual. Adanya resiko tersebut
menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan terjadinya epidemi HIV dan AIDS.
Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya resiko akan memadamkan respon
seksual sehingga mereka mudah menghindari resiko tersebut. Namun, bagi beberapa
individu, gairah yang berkaitan dengan persepsi resiko malah meningkatkan
respons seksual. Untuk individu yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah
satu bentuk kesenangan yang dicari.
- Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas
dari aktivitas seksual untuk memperoleh keuntungan dan hal ini sering merupakan
akibat dari kemiskinan. Pernikahan, sampai masa ini masih sering dilandasi oleh
keinginan untuk memperoleh satu bentuk perlindungan dan bukan semata mata
ikatan emosional komitmen untuk hidup bersama.
( Glasier: 2005 )
D. Kesehatan
Seksualitas
Kesehatan
seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik, mental
dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari
ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan
sosialnya misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam
batasan yang diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama. Bukan
hanya tidak adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini
hanya bisa dicapai bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki
diakui dan dihormati (BKKBN, 2006).
E. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari
beberapa tahap yaitu:
1. Tahap oral: Sampai
mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks dengan menghisap puting
susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi baru dapat tidur
setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap jarinya. Oleh
karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
2. Tahap anal:
Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air besar, antara
umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya tercapai.
3. Tahap falik:
Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat kelaminnya.
4. Tahap laten:
Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah terbenam,
karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan adanya pekerjaan
rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas tertidur, untuk
siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
5.
Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda
seks sekunder mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia
tampak dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah,
keinginan dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun
mulai tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan
perhatian orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria
mulai mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai
tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki,
memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan (chandranita :2009).
Berkembangnya
seksualitas dan pertalian seksual
1. Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian
besar seksualitas berkaitan dengan penegasan identitas gender dan harga diri.
Pada saat awitan pubertas terjadi perubahan-perubahan di tubuh yang berlangsung
tanpa dapat diduga sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan dampak pada
reaktivitas emosi.
2. Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai,
tantangannya adalah membangun rasa aman dalam pertalian seksual yang juga mulai
kehilangan pengaruh “pengalaman barunya”. Pada tahap inilah membangun
komunikasi yang baik menjadi sangat penting untuk kelanjutan perkembangan
pertalian seksual. Apabila pasangan tidak mengembangkan cara-cara yang
memungkinkan pasangannya mengetahui apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak
menyenangkan maka akan muncul masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan
dipecahkan.
3. Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan
setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan lebih lanjut akan penyesuaian seksual.
Wanita besar kemungkinannya mengalami penurunan keinginan seksual dan kapasitas
untuk menikmati seks menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya
perubahan-perubahan fisik dan mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai
alasan merupakan salah satu periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual
yang apabila pasangan obesitas belum mengembangkan metode-metode yang sesuai
untuk mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah jangka
panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah seksual pihak
wanita.
4. Usia paruh baya
Seksualitas pada hubungan yang sudah
terjalin lama biasanya menghadapi hambatan yang berbeda-beda. Pada tahap ini
sesuatu yang baru dalam hubungan seksual telah lama hilang. Bagi banyakorang
halini tidak menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk kenyamanan
intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan mereka.
Tetapi bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan memakan
korban. Pada keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya akan mudah
menyebabkan kelelahan dan memadamkan semua antusiasme spontan untuk melakukan
aktivitas seksual. Hubungan intim menjadi jarang dilakukan dan sebagai
konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam hubungan pasangan tersebut.
Pada kelompok yang lebih tua lagi
masalah seksual yang kita hadapi terutama adalah masalah ereksi pada pria dan
hilangnya minat seksual pada wanita. Proses penuaan memang menimbulkan dampak
pada seksualitas tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini
lebih kecil kemungkinannya meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana
atau kesehatan reproduksi.
(Glasier:
2005)
F. Dimensi
Seksualitas
Seksualitas
memiliki dimensi-dimensi. Dimensi-dimensi Seksualitas seperti sosiokultural,
dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis (Perry &
Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Dimensi
Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan
kultural yang menentukan apakah perilaku yang diterima di dalam kultur.
Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas
dalam norma seksual dan menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai yang
luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran,
apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam
perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk
menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat
dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat
perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai
aturan dan norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara
berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya
saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka
melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan
hubungan seks.
2. Dimensi
Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan
agama dan etik. Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan
dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum
sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional
tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan
seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik
internal.
3. Dimensi
Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang
dipelajari. Apa yang sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan
dengan mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh
signifikan pertama pada anak-anaknya.
Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui
komunikasi yang halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai
makhluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan
kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak
laki-laki dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4. Dimensi
Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara
laki-laki dan perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic
dalam telur yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan
perbedaan seksual. Ketika hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin,
genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi
individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan
perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami
pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan
karakteristik seks sekunder.
G. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
1. Ketidaktahuan
mengenai seks
Lebih dari
70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya sendiri.
Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak
orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini
berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara
masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan
seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena
mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal
lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media.
Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada
anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur
dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan
atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama
keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua
harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-jawaban yang
diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena
itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan
tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada
usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat itulah yang
dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menjadi
remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.
2. Kelelahan
Rasa lelah
adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini dalam melakukan
hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus
ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pada waktu
suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan pasangan yang
sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya
mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha yang
diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis dan merupakan beban yang
membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan gairah seks.
3. Konflik
Sebagian
pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai perang terbuka
atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala
hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay. Pasangan
dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari seks atau mengeluarkan
ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai
perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang tidak terpecahkan bisa
menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain masalah ereksi, hilang gairah
atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan
lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya
sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau perasaan kesal akan selalu
menghambat gairah seks.
4. Kebosanan
Seperti
halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap seperti
“kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan
sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah
kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak
terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup
bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk jangka
waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika
melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian melihat
rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.
H. Membantu Kesulitan Seksual
Kemampuan yang dapat sangat membantu
tidak hanya memfasilitasi pasien dalam mengekspresikan kekhawatiran mereka
mengenai kesulitan seksual, tetapi juga dengan mendengarkan secara empati.
Tidak jarang, ini merupakan pertama kali pasien benar-benar mengutarakan
masalah mereka dan mampu melakukannya, makamasalah dan kemungkinan-kemungkinan
penyebabnya lebih mudah dibawa ke dalam perspektif. Pada banyak kasus, mungkin
tidak tersedia informasi mengenai respons seksual normal dan apa yang dapat
diharapkan. Hal ini dapat dengan mudah diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah
asumsi bahwa pasangan harus mencapai orgasme bersama-sama atau bahwa pihak
wanita harus mengalami orgasme hanya melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan
pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih memahami satu sama lain dan
mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-masing. Mendorong pasangan untuk
berbicara secara lebih terbuka dan nyaman mengenai perasaan-perasaan seksual
mereka sering merupakan hal yang sangat penting, karena cara tersebut dapat
membuka jalan bagi pasangan untuk menyelesaikan sendiri masalahnya.
( Glasier: 2005 )
DAFTAR
PUSTAKA
Bobak, L dkk. 2004. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Chandranita, Ida Ayu dkk. 2009. Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Glasier, Anna dan Ailsa Gebbie diterjemahkan oleh Brahm U. 2005. Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi,
E/4. Jakarta: EGC
Mardiana. Aktifitas Seksual Pra
Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik Geriatric RS Pusat Angkatan
Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun 2011. Skripsi. Depok. FKM
UI
Reeder, Sharon J dkk diterjemahkan oleh Yati Afiyanti dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita,
Bayi, & Keluarga. Jakarta: EGC
Stevens, PJM. 1999. Ilmu Keperawatan
Jilid 2 Edisi 2. Jakarta: EGC
Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan
Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Komentar
Posting Komentar